Page 20 - Edisi April 2017
P. 20
t
20 PROFIL PROFIL 21
YULIANTI ELISABET DEMENA Sebelum berangkat, ayah Yulianti, Frans Demena, “Makanya terkadang aku mikirnya begini; Aku
sempat berpesan. Sebuah nasihat penting yang sudah lulus SMA, pasti aku bisa lulus kuliah.
ALUMNI FAKULTAS KELAUTAN DAN selalu diingatnya selama menjalani perkuliahan. Sekarang aku sudah lulus S1, aku pun mikir-mikir
PERIKANAN UNSYIAH lagi. Pasti nanti aku bisa juga lulus S2,” ucapnya
“Kamu kuliahnya sampai berhasil ya, nak. Kamu sambil tersenyum.
LULUSAN PERTAMA BEASISWA AFIRMASI harus bawa pulang ijazah,” Yulianti menirukan
PENDIDIKAN DI SELURUH INDONESIA. ucapan ayahnya dengan mata berkaca-kaca. Pesan Saat ini Yulianti sedang mempersiapkan diri untuk
MERASA inilah yang menguatkan Yulianti untuk terus belajar. melanjutkan kuliah S2. Ia pun mulai rajin belajar
TOEFL. Di balik kegigihannya dalam melanjutnya
Ia pun bertekad untuk membuat orang tuanya
pendidikan, Yulianti juga mengungkapkan jika ia
bangga.
BERUNTUNG Yulianti membuktikan tekadnya tersebut. Ia merasa beruntung dapat kuliah di Aceh. Menurutnya,
Aceh berperan penting membentuk dirinya menjadi
akhirnya mampu menjadi lulusan pertama Beasiswa
lebih disiplin. Ia pun merasa pergaulannya lebih
KULIAH DI Afirmasi Pendidikan di seluruh Indonesia dengan IPK terjaga.
3,38. Prestasi besar ini menjadi sangat berarti bagi
ACEH dirinya. Saat wisuda, Yulianti tidak kuasa menahan Meski di Aceh Yulianti menjadi minoritas, tetapi ia
tidak merasa terkungkung. Saat pertama kali tiba
haru ketika Rektor Unsyiah memintanya untuk foto
di Aceh, Yulianti memang sempat shock. Sebab
bersama. Perasaannya campur aduk sebab teringat
kedua orang tuanya yang tidak dapat hadir saat Aceh dan Papua memiliki kultur yang jauh berbeda.
agi Yulianti, Unsyiah adalah kampus yang prosesi wisuda berlangsung. Di Papua, ia terbiasa memakai baju lengan pendek
asing. Perempuan kelahiran Kantumilena, sementara di Aceh hal tersebut dilarang. Namun,
Jayapura, 16 Juli 1992 ini, sama sekali “Waktu lulus aku langsung hubungi orang tua,“Ma, Yulianti tidak langsung membeli baju lengan
tidak memiliki gambaran seperti apa Yuli wisuda”. Tapi, Mama cuma diam dan nangis, panjang, ia malah membeli jaket untuk menjaga
BUnsyiah. Saat mengikuti seleksi Beasiswa “Nak, kamu sudah sampai sejauh ini,” kenang alumni penampilannya.
Afirmasi Pendidikan, Yulianti memilih kampus di Jawa Fakultas Kelautan dan Perikanan Unsyiah ini.
sebagai pilihan pertama dan keduanya. Sementara Tekad Yulianti untuk belajar tergolong kuat. Padahal “Saya tidak biasa pakai lengan panjang karena
pada pilihan ketiga ditentukan oleh Dikti (Direktorat saat duduk di Sekolah Dasar, ayahnya sempat terasa agak aneh ha-ha-ha,” ujarnya sambil tertawa.
Pendidikan Tinggi). Dan saat pengumuman, barulah melarang keras dirinya untuk sekolah karena faktor Hari-hari selanjutnya Yulianti mulai terbiasa dan
Yulianti terkejut.
ekonomi. Bapak Yulianti hanyalah seorang buruh mulai nyaman hidup bersama kultur masyarakat
kasar, sementara ibunya sesekali menjadi kuli cuci Aceh. Orang tuanya pun senang saat mengetahui
“Aku pilihnya IPB, pas waktu lulus hasilnya, lha kok, pakaian. Semangat sekolah pernah ia tunjukkan saat kehidupan Yulianti di Aceh.
di Unsyiah. Hah, itu di mana?” ceritanya saat ditemui ayahnya tidak mengizinkan Yulianti mengikuti ujian
Warta Unsyiah. nasional Sekolah Dasar. Padahal saat itu ia telah “Baguslah berarti kalian itu dijaga dan dilindungi.
mengenakan seragam. Berarti kalian enggak mudah bergaul sama anak-
Yulianti pun bertanya kepada tetangganya yang anak yang aneh. Seperti yang lain itu, kerjanya ya
kebetulan orang Aceh. Saat itulah ia baru menyadari “Bapak, Yuli mau sekolah,” pintanya penuh iba saat mabuk-mabukan,” ujar Yulianti menirukan ucapan
kalau Unsyiah berada di Banda Aceh. Tempat yang itu. Ibunya.
sangat jauh dari rumahnya di Papua. Ibu Yulianti,
Yustina Samoa, sempat bimbang. Pasalnya, Yulianti Keinginan kuat Yulianti untuk sekolah karena ia Hal ini pula membuat Yulianti bertekad. Jika
belum pernah pergi jauh. Maka ia menyerahkan segala tidak ingin keluarganya terus-terusan hidup miskin. suatu saat nanti ia memiliki anak, Yulianti ingin
keputusan tersebut kepada anak ketiganya itu. Yulianti tidak ingin orang tuanya bekerja terlalu menyekolahkan anaknya di Aceh, “Karena kalau di
keras lagi. Ia pun membuktikan kesungguhannya Jakarta kan terlalu bebas, di Papua juga begitu. Tapi
“Aku bilang sama Mama kalau aku siap. Karena niat itu. Hasilnya saat ujian nasional Sekolah Dasar, nilai di Aceh, aku nyaman karena merasa dilindungi,”
aku memang mau kuliah. Jadi enggak masalah.” Yulianti tertinggi kedua se-kabupaten Jayapura. pungkasnya. (ib)
EDISI 210 . APRIL 2017 EDISI 210 . APRIL 2017