Page 31 - Edisi Januari 2017
P. 31

30  KREATIF                                                                                   KREATIF      31




 SUBUH    Getar bumi subuh ini                                Ada yang taksempat menjadi pengantin


          Jadi tanda yang kentara
                                                              Lelaki itu lebih dulu diakadkan Izrail
          Betapa subuh kita sering durjana
                                                              Padahal wanitanya telah berinai di depan pelamin
 YANG RUNTUH  Allah sajikan di antara mimpi yang takselesai   Ada bayi dalam dekap jasad seorang ibu
                                                              Menjerit lantang di balik puing-puing istana mereka
          dan azan yang akan dikumandangkan
          Lekas kita komat-kamit
                                                              Agar dunia tahu nafasnya masih ada
          Merapal rateb tanpa aturan sebab kalut jadi tajwid
                                                              Meski ibunya telah tiada
          Pada subuh yang getar ini                           Kabar duka sampai jua ke telinga massa
          Kita menerka air bah datang lagi                    Getar bumi getarkan hati mereka
 Subuh ini kita dibangunkan oleh bumi  Rupanya laut tenang    Rupiah dikutip di simpang-simpang Indonesia
 Diayun sesar Samalanga Sipopok dari Pidie Jaya  Sirine penanda amuk lautan tak terdengar  Bersama debu jalanan dan kardus bernama ‘Peduli Gempa
 Ayahku tengah menghidupkan mesin motornya  Ombak tak berhasrat memeluk daratan  Pidie Jaya’
 Ibu khidmat dengan kompor dan adonan kue  Benar.             Aceh ditangisi lagi
 Aku berwudu saat atap rumah bergetar hebat  Ini bukan subuh yang basah  Aceh dikasihani lagi
 Dan jerit adikku adalah kejut bawah sadar  Tapi,
 ERNITA HANDAYANI, S.Pd  Ini gempa!  Ini subuh yang runtuh
          Kubah-kubah rubuh ke pualam sujud                   Dan aku bertanya tentang maklumat lara ini
 ALUMNUS JURUSAN PBSI FKIP UNSYIAH.   Kita terbiasa pada getar alam  Pilar-pilar masjid rebah ke tanah  Apakah ini tanda yang gagal kita baca
 PEGIAT DI FLP WILAYAH ACEH  Corong-corong meunasah taksempat basah oleh nafas bilal  Bahwa dunia begitu renta atau Tuhan begitu murka
 Tapi takpernah lagi sefajar ini, ‘kan?
 Selain dulu, hari-hari setelah air bah menyapu daratan ini   Ia hancurkan rumahNya
 Saat kita lena diayun bumi saban hari  Berita kehilangan sampai ke lorong-lorong nadi  Yang kita bangun di sana sini untuk ditertawakan sunyi
 Selain dulu, hari-hari setelah air bah merenggut nyawa-nyawa  Seperti aroma pagi rabu ini  Sebab saf hanya hitungan jari
 Saat kita lupa cara mengeringkan air mata  Anyir darah dibawa angin
 Hingga Allah kirim lorong damai bagi tanah Iskandar Muda   Ke meja-meja warung kopi yang mendadak sepi  Lalu aku berhenti di lempeng hatiku sendiri
          Ke mana jasad harus dicari                          Takperlu ada tanya selain muhasabah
          Selain di bawah puing masjid dan toko sepanjang retak bumi  Takperlu ada getar selain taubat
                                                              Bangunkan anak-anak, pemuda-pemuda, wanita-wanita
                                                              kita
                                                              Agar subuh taklagi runtuh
                                                              Agar suluh iman benderang lagi



























 EDISI 207 . JANUARI 2017                                                                    EDISI 207 . JANUARI 2017
   26   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36