Page 20 - Edisi Februari 2017
P. 20
t
20 PROFIL PROFIL 21
eci putih itu seolah tidak AMIRULLAH
pernah lepas dari kepala
Amirullah. Kemanapun SOPIR UNSYIAH SEJAK TAHUN 1982
ia pergi, Amir−begitu
Pia disapa−selalu
mengenakannya. Peci rajut itu seakan MENOLAK JADI
mencerminkan hidup suami dari Ainal
Mardiah ini terhadap pekerjaannya,
yaitu kesetiaan. Ya, puluhan tahun SOPIR MENTERI
sudah Amir mendedikasikan hidupnya
sebagai sopir di Universitas Syiah Kuala.
Pekerjaan ini telah mewarnai kehidupan
lelaki kelahiran Kajhu, 14 Oktober 1959
ini.
Salah satu pengalaman paling berkesan rumah. Sebab Prof. Ibrahim Hasan orang Aceh Besar kan begitu, enggak Ini pula yang menjadi rahasia
selama Amir menjalani pekerjaannya memintanya untuk tinggal di rumah. seperti orang Aceh lain. Baru pindah bagaimana Amir bisa bertahan
adalah saat ia menjadi sopir keluarga Ada kamar khusus yang disediakan 1 Km saja sudah nangis. Haa... haa...” puluhan tahun menjadi sopir di
Prof. Ibrahim Hasan. Ketika itu, untuk Amir. ujarnya sambil tertawa. Unsyiah.
mantan Gubernur Aceh ini masih
menjabat sebagai Rektor Unsyiah. Amir Kedekatannya dengan keluarga Kecintaan Amir terhadap “Saya hidup ini terima saja, asal halal
ditugaskan menjadi sopir pribadi istri Prof. Ibrahim Hasan membuat Amir pekerjaannya sangat terkait dengan saya mau. Yang penting hati jangan
Prof. Ibrahim Hasan. Amir masih ingat, menjadi tahu kebiasaan dari mantan kebiasaanya pada masa kecil. susah, itulah yang saya jaga,” ujarnya.
saat itu mobil yang disopirinya adalah menteri di era Soeharto itu. Misalnya, Sejak dulu, Amir telah terbiasa
Land Rover dengan plat BL 73. Masa setiap minggu sore Prof. Ibrahim membeli mesin-mesin rusak lalu Prinsip hidup inilah yang Amir
itu, mobil jenis ini tergolong mewah Hasan kerap menghabiskan waktunya memperbaikinya. Mesin itu ia beli tanamkan kepada anak-anaknya. Ia
dan ia sangat menikmati pekerjaan itu. bersama keluarga. Saat itu, ia sering dengan uangnya sendiri. tidak ingin anaknya menjadi orang-
Terlebih lagi Prof. Ibrahim Hasan sudah meminta Amir untuk membeli pisang orang yang rendah diri. Amir pun
menganggap Amir layaknya keluarga goreng di Jalan Diponegoro tepatnya “Saya penasaran, kenapa orang bisa bersyukur, anak-anaknya tidak merasa
sendiri. Saat makan pun mereka di ujung Pasar Jengek (Pasar Aceh). saya tidak?” ucapnya. Amir pun lantas malu meski ayahnya hanya seorang
terbiasa satu meja. mempelajarinya secara otodidak. sopir. Pada Oktober 2017 ini, Amir
“Beli pisang gorengnya memang harus Sejak itulah ia akrab dengan dunia akan memasuki masa pensiun. Ia
“Senanglah, saya yang bukan siapa- di sana, Pak Rektor enggak mau di otomotif. pun sudah mendirikan usaha spa
siapa bisa dekat dengan keluarga Pak tempat lain,” kenang Amir. tradisional untuk mengisi hari-hari
Rektor,” ucapnya. Amir menjadi sopir di Unsyiah sejak tuanya, “Yang penting hidup kita
Oleh sebab itu, saat Prof. Ibrahim tahun 1982. Saat itu, ia masih honor jangan kosong,” pungkasnya. (ib)
Selain mengantar istri Prof. Ibrahim Hasan ditunjuk menjadi Menteri dengan gaji Rp. 16 ribu per bulan.
Hasan saat rapat atau keperluan lain, Negara Urusan Pangan Republik Lalu pada Januari 1983, Amir diangkat
Amir juga mengantar dan menjemput Indonesia dan pindah ke Jakarta, ada menjadi Pegawai Negeri Sipil. Artinya,
anak-anak Prof. Ibrahim Hasan di perasaan senang sekaligus sedih di sudah 35 tahun ayah empat anak ini
sekolahnya. hati Amir. Ia pun sempat ditawari mendedikasikan hidupnya di Unsyiah.
untuk ikut bersama keluarga Prof.
“Setengah dua siang kerjaan saya sudah Ibrahim Hasan hijrah ke Jakarta.
selesai,” ucapnya. Tetapi, Amir menolaknya. Seperti air mengalir, Amir menjalani
Namun, Amir tidak segera pulang ke “Pokoknya takut, saya kan enggak hidupnya tanpa beban. Tidak sekali
pernah jauh sama orang tua. Lagi pun pun ia mengeluh pada pekerjaannya.
EDISI 208 . FEBRUARI 2017 EDISI 208 . FEBRUARI 2017