Page 34 - WARTA USK
P. 34
Perspektif Perspektif
PROBLEMATIKA POLITIK Politik Identitas dalam Dimensi seseorang bersadarkan intensitas paling ampuh membelah masyarakat
Virtual.
kunjungan ke laman internet atau akun
Amerika Serikat.
IDENTITAS DI ERA VIRTUAL Tanpa disadari, kelimpahan media sosial. Dilema Sensor Pemerintah
penggunaan teknologi virtual demi
Sebagaimana diungkapkan di buku
kepentingan politik justru awal mimpi
Jamie Bartlett Matinya Demokrasi Dan
Persoalan konteks memelihara
buruk. Seiring waktu, insting purbawi Kuasa Teknologi (2021) tentang “kendali stabilitas politik dan keamanan di
persaingan dan pemaksaan garis politik algoritma”. Seseorang menyukai artikel Indonesia, pihak pemerintah mulai
identitas, seperti dikatakan Amartya tentang tema permusuhan politik menerapkan virtual police untuk
Sen akibat “watak soliteris” akhirnya identitas di medsos, Ia akan terus meredam penyebaran hoax dan ujaran
evolusi teknologi digital yang dikatakan; “Virtualisasi Politik” mempermudah mendapatkan
sukses melahirkan inovasi (Yasraf A. Piliang, 2005). Di mana daya dukungan masyarakat. Dipastikan ikut terjembatani dengan kemampuan dibanjiri rekomendasi artikel bergenre kebencian yang selama ini kerap dipicu
untuk membantu kerja kontestasi dan mobilisasi politik sudah hampir semua politisi mengunakan digitalisasi informasi saat ini. Dampak serupa di akun media sosialnya. Kendali motif fanatisme politik identitas di
manusia. Namun, di sisi beralih mengkerut ke dalam dimensi medsos, analisa big data, dan jasa polarisasi (pembelahan) di tengah algoritma yang begitu massif mampu media sosial. Kebijakan pemerintah
Rlain kehadiran revolusi virtual. Selama ini, media sosial media cyber. Jika pun ada politisi masyarakat semakin tak terelakkan dan mempengaruhi realitas seseorang, menerapkan virtual police sebagai
digital berpotensi terjadi distorsi mulai digunakan masyarakat sebagai yang masih bekerja manual tidak meluas. umat manusia saat ini sepenuhnya status quo upaya pendekatan persuasif
(penyimpangan). Seperti perihal media mesin penggerak opini paling efektif mengunakan teknologi virtual tentu Secara tidak langsung bahasa mulai ketergantungan dan menyerahkan di tengah penerapan hukum UU ITE
sosial yang belakangan ini kian liar sekaligus menjadi arena pertarungan akan dianggap kalah saing, seumpama algoritma menjadi “agent” penentu nalar kritisme politik kepada kuasa yang selama ini dinilai unsignifikan.
digunakan untuk mengekspresikan elit politik untuk tampil memenangkan mengambil air sumur mengunakan semakin meluasnya perkembangan kapitalisme teknologi digital. Kemungkinan bias kebijakan sensor
pandangan politik indentitas. ide gagasan. timba di era kecanggihan mesin. Di politik identitas di masyarakat. Padahal pihak kapitalis teknologi virtual police pemerintah di media
Ekses perdebatan politik identitas Saat ini, elite politik sungguh beberapa negara, politisi “sayap kanan” Algoritma sebagai bahasa matematis digital tidak pernah bertanggung sosial melahirkan iliberal demokrasi
antara politikus, buzzer, dan warga menikmati kehadiran manfaat berhasil memenangkan pertarungan yang bertujuan mengakumulasi setiap jawab penuh terhadap dampak kondisi (demokrasi semu) dikemudian hari.
biasa, seringkali meninggalkan bukti teknologi virtual sebagai alat pemilu berkat kemampuan kampanye data-data virtual dengan mudah psikopolitik. Kapitalisme teknologi Masyarakat akan takut bersuara kritis
jejak digital pada akun media sosial komunikasi pencitraan agar populis di dunia maya. mengkategorikan pandangan politik digital cuma bisa memberikan ilusi mengenai isu politik, maka kebijakannya
yang terkait penyebaran informasi kebebasan, tapi tidak memberikan tidak semata-mata simplifikasi hukum.
hoax dan cyberbullying atas nama jaminan keadilan. Eksistensi teknologi Kebijakan virtual police itu terkesan
fanatisme agama, sekte, etnis serta digital terkesan bebas nilai. Padahal seperti ibarat menembak burung puyuh
arogansi organisasi masyarakat. mereka tidak sunyi dari subjektifitas dengan senjata serbu standar militer,
Berkelindannya fanatisme politik ke mana akan berpihak. artinya terlalu berlebihan.
identitas dengan dunia virtual Berkaca dari Amerika Serikat
menyisakan problematis bagi sebagai negara yang dianggap Reorientasi Politik di Era Virtual.
keberlangsungan demokrasi saat ini. sebagai kiblat demokrasi dunia. Ketika Lagi pula di tengah pesatnya
perhelatan pilpres 2020, Donald Trump perkembangan komunikasi virtual
sering membanjiri agitasi politik yang dewasa ini mustahil tidak saling
Virtualisasi Politik
Wujud kekuatan revolusi teknologi sarat sentimen identitas kepada terhubung dan berkontestasi dengan
digital berhasil membentuk apa pendukungnya lewat Twitter agar ragam identitas. Hanya saja efek
menolak hasil kemenangan Joe Biden. kebablasan dunia maya membuat
Anti klimaksnya ribuan pendukung situasi sulit dikendalikan. Hal yang
Trump menduduki gedung kongres dibutuhkan untuk menjaga nilai
hingga berujung kepada aksi anarkis demokrasi di era virtualisasi politik
dan mengakibatkan korban jiwa. selain pendekatan hukum. Meskipun
Akhsanul Khalis Aksi cuitan Trump itu membuat utopis, dibutuhkan juga reorientasi
Alumni FISIP Universitas Syiah Kuala pihak Twitter berang dan mengambil politik kepada nilai inklusivisme
tindakan langsung dengan memblokir dengan mendorong perubahan kultural
akun pribadi Trump secara permanen. di level masyarakat dan elit politik
Pihak Twitter terlambat menyadari agar berpikiran terbuka (open minded)
bahwa aplikasinya selama ini telah menghargai kesetaraan, kemanusiaan
berhasil dijadikan alat propaganda dan kemajemukan identitas. []
34 JUNI 2021 35 JUNI 2021